Selasa, 31 Januari 2012

Coloum Pak Oles Edisi II


Ada Dolar Di Balik Udang
Peluang memperoleh untung dalam bisnis udang masih terbuka lebar, karena udang adalah pasar dunia.  Semakin banyak orang makan udang, maka akan semakin terbuka peluang untuk mendapatkan keuntungan sebagai produsen atau pemasar.

            Rakyat Indonesia belum banyak yang makan udang.  Tapi, yang makan kerupuk udang sangat banyak.  Kenapa demikian?  Karena harga udang mahal, dan harga kerupuk udang jauh lebih murah.  Kenapa harga bisa mahal dan bisa juga murah?  Karena harga tergantung dari daya beli masyarakat.  Kalau masyarakat penghasilannya tinggi, apapun terlihat murah.  Kalau masyarakat penghasilannya rendah, maka apapun terlihat mahal.  Bagaimana cara meningkatkan daya beli masyarakat?  Tingkatkan produktivitas masyarakat dengan keahlian dan ciptakan lebih banyak lapangan kerja.  Itu saja.
     
Kalau ukuran udang 50 ekor per kilogram harganya Rp. 35.000,- apakah murah atau mahal?  Tergantung kantong pembeli.  Bagi mereka yang memiliki uang lebih, tentu murah.  Bagi mereka yang ‘bokek’ tentu mahal.  Kalau harga udang mahal, mungkin lebih baik membeli kerupuknya saja.
 
Bisnis udang sangat susah.  Pembibitannya susah, memeliharanya susah, mengurangi risiko alam juga susah, penyakitnya banyak, risiko gagalnya tinggi, biaya produksi mahal, harga jualnya  turun-naik tergantung pasar.  Jika harga bagus dan produksi meningkat, petambak bisa untung.  Jika harga jeblok dan panen gagal, petambak tinggal pijit kening. 

Kenapa petambak tidak pernah kapok bisnis udang?  Walaupun mereka sudah tahu, bahwa bisnis udang susah dan penuh risiko?  Jawabannya adalah, karena di dalam bisnis udang ada dolar.  Bangsa Amerika, Jepang dan Uni Eropa adalah bangsa pemakan udang.  Negara Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan pasarnya hanya sebagian kecil saja.  Sisanya dipasok oleh Negara Cina, Thailand, Vietnam, India dan negara ASEAN lainnya.  

Peluang memperoleh untung dalam bisnis udang masih terbuka lebar, karena udang adalah pasar dunia.  Semakin banyak orang makan udang, maka akan semakin terbuka peluang untuk mendapatkan keuntungan sebagai produsen atau pemasar.  Masalahnya adalah harga produksi udang dan risiko kegagalan semakin tinggi.  Biaya produksi yang meningkat disebabkan karena faktor harga yang meningkat untuk pakan, obat-obatan, BBM dan upah tenaga kerja.  Banyak perusahaan besar kolaps gara-gara gagal panen, sehingga tidak bisa membayar hutang di bank.  Tapi banyak juga perusahaan-perusahaan yang hidupnya menjadi semakin besar gara-gara berhasil bisnis udang.  Semuanya itu adalah risiko.  Untung dan rugi tidak bisa dihindari dalam berusaha.  Tapi haruslah dicatat, bahwa hanya mereka yang serius menekuni bidangnya bisa berhasil dengan baik.  Keseriusan dan ketekunan dalam menjalankan bisnis udang itulah kemujurannya, yang dicatat dalam pengalaman, ilmu, teknologi dan menejemen.  Barang siapa yang tidak serius dan tidak tekun, maka haruslah bersiap-siap untuk gagal.  Termasuk gagal dalam bisnis udang.    

Bangsa Cina dan Jepang memiliki budaya merenung, yaitu bagaimana merenungkan kembali keberhasilan dan kegagalan.  Apa penyebab keberhasilan dan  kegagalan dalam bisnis udang haruslah direnungkan dengan baik, sehingga mereka mengetahui jawabannya.  Jawaban dari setiap perenungan tentang keberhasilan dan kegagalan bisnis udang dirangkum menjadi ilmu, teknologi dan menejemen.  Dan mereka menguasai hal itu sampai ke detil-detilnya.  Untuk hal ini, kita perlu banyak belajar dari mereka.  Jangan sampai kita hanya mengetahui kulit luarnya saja dalam bisnis udang, yaitu kalau untung karena nasib baik, kalau rugi karena nasib buruk.  

Jika bangsa kita mengetahui ilmu, teknologi dan menejemen bisnis udang dengan baik, maka harga udang bisa menjadi terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia.  Seperti halnya ikan mas, gurami, bandeng dan patin, yang harganya terjangkau oleh masyarakat, karena masyarakat bisa meproduksinya sendiri, karena ilmu, teknologi dan menejemennya sudah dikuasai.  Jika semuanya itu bisa dilakukan, maka pangsa pasar udang akan semakin terbuka lebar.  220 juta rakyat Indonesia siap membeli udang setiap hari.  Bukan hanya kerupuknya saja.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar