BERKEBUN CENGKEH SECARA ORGANIK
KARENA
KEPEPET
Kebun
cengkeh yang berbunga adalah hamparan tambang emas hijau, yang bisa
menghasilkan uang dan kesejahteraan. Cengkeh yang pada awalnya di Indonesia tumbuh di Maluku berasal dari Zanzibar, Afrika Timur. Kemudian dari Maluku tanaman cengkeh menyebar
ke pusat-pusat pembibitan tanaman perkebunan di Indonesia dan selanjutnya ditanam
oleh petani-petani untuk dibudidayakan di lahan-lahan perkebunan yang cocok
ditanami cengkeh. Tanaman cengkeh cocok
tumbuh di tanah merah-coklat yang subur, terletak di ketinggian 300-600 meter
di atas permukaan laut dengan suhu 22-300 Celcius. Kesuburan tanah bisa dimodifikasi dengan
pemupukan, akan tetapi jika suhu udara dingin di bawah 220 Celcius,
sering berkabut dan curah hujan tinggi, maka tanaman cengkeh tidak rajin
berbunga, tapi rajin berdaun. Sejak
tahun 1970 sampai dengan 1980 an petani sedang giat-giatnya menanam
cengkeh.
Petani
cengkeh merasa bangga menjadi petani karena hasilnya cukup besar dibandingkan
menanam tanaman perkebunan lainnya.
Semenjak tahun 1990-an, saat ada kebijakan pemerintah membangun Badan Penyangga
dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), yang bertujuan menjaga harga cengkeh agar tetap
tinggi dengan mendompleng Lembaga Koperasi Unit Desa, ternyata lembaga tersebut
justru mengakibatkan harga cengkeh turun dari sepuluh ribu rupiah menjadi dua
ribu rupiah per Kg dalam periode delapan tahun.
Hal inilah yang menyebabkan banyak petani cengkeh ngambek dengan
menebang pohon cengkehnya dan merubah lahan perkebunannya menjadi lahan sawah
atau menanam tanaman lain dengan harapan bisa bertahan hidup.
Setelah Krisis moneter tahun 1998, harga
cengkeh kembali ke harga normal lima
puluh ribu rupiah per Kg, sehingga petani bisa bernafas lebih lega lagi. Dalam periode delapan tahun musim paceklik
harga, banyak tanaman cengkeh terlantar tidak dipupuk dan tidak dirawat,
akhirnya banyak yang kena penyakit sapu setan, rantingnya meranggas
kering. Di beberapa daerah, tanaman
cengkeh berfungsi sebagai tanaman sela dan tanaman perindang yang menaungi
tanaman kopi. Jika harga cengkeh seratus
ribu rupiah per Kg, maka petani cengkeh bisa kaya. Tetapi jika harga cengkeh masih standar lima puluh ribu rupiah
per Kg, maka petani cengkeh hidupnya akan tetap biasa-biasa saja.
Pasar
cengkeh yang paling banyak adalah untuk rokok kretek. Semakin banyak orang yang merokok kretek,
maka kebutuhan cengkeh akan semakin banyak pula, sehingga harga bisa stabil di
angka rata-rata. Harga cengkeh tidak
akan bisa tinggi, karena harga sudah ditentukan oleh saudagar agar tidak
tinggi, karena pabrik rokok juga masih mempunyai stok bahan baku cengkeh untuk tiga tahun ke depan. Harga
cengkeh juga tidak akan bisa turun sekali, karena petani juga tidak mau menjual
dengan harga murah, karena petani cengkeh juga bukan orang miskin, dia masih
cukup makan, sehingga dia tidak harus buru-buru menjual cengkehnya, kecuali ada
kebutuhan khusus. Hal inilah yang
paling efektif untuk menjaga keseimbangan harga cengkeh secara rata-rata,
dibandingkan dengan BPPC bentukan pemerintah.
Dengan
meningkatnya harga pupuk kimia dan pestisida kimia, petani cengkeh secara alami
mengembangkan sistim pertanian cengkeh terpadu, dengan beternak sapi, kambing,
yang makanannya bisa diperoleh dari tanaman pagar, tanaman sela atau
rumput-rumput di sekitar tanaman cengkeh.
Kotoran ternak bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik, kencing ternak
juga bisa digunakan untuk pupuk organik cair.
Jerami kering juga bisa digunakan sebagai mulsa penutup perakaran
tanaman yang dihamparkan di sekitar tajuk tanaman. Pemanfaatan EM (Effective Microorganisms)
untuk campuran minum ternak, memandikan ternak menyemprot kotoran ternak sangat
baik untuk mempercepat proses fermentasi kotoran ternak, membuat pupuk bokashi
cair, membuat biourine dan mengurangi polusi bau kotoran ternak. Kotoran ternak yang telah terfermentasi
tersebut sangat baik untuk menyuburkan tanah.
Dalam menghadapi krisis moneter, saat harga pupuk kimia melonjak, petani
melakukan improvisasi penerapan Teknologi EM untuk pemupukan dan penyuburan
tanah.
Dalam waktu sepuluh tahun, petani
sudah merasakan manfaat penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan produksi tanaman cengkeh
melalui pertanian organik. Mereka
menerapkan pertanian organik bukan karena isu lingkungan, tetapi karena kepepet
ekonomi yang mengakibatkan mereka tidak bisa membeli pupuk kimia. Pada akhirnya petani sudah memahami makna isu
lingkungan, manfaat kelestarian lingkungan untuk kesuburan tanah, arti dari
pertanian terpadu untuk efisiensi produksi pertanian. Dengan bekerja mereka memahami. Dengan mengerti mereka tekun melaksanakan
pertanian organik. Jika pertanian organik
hanya dipelajari lewat buku dan seminar, maka petani belum tentu
melaksanakannya, karena mereka belum memahami manfaatnya.
Anomali
musim di tahun 2010 dan 2011, yang mengakibatkan banyak hujan, berawan dan
kurang sinar matahari, yang menyebabkan tunas bunga tanaman cengkeh yang
seharusnya muncul di awal tahun telah berubah menjadi tunas daun. Harapan petani untuk memanen cengkeh di
pertengahan tahun 2011 menjadi sirna.
Petani sudah membaca tanda-tanda alam yang berlebih mencurahkan
hujannya, sehingga mereka sudah memprediksi bahwa di tahun 2011 akan terjadi
gagal panen, akibat tanamannya gagal membentuk bunga. Petani cengkeh mengencangkan ikat pinggangnya
untuk hidup hemat dengan lebih sedikit menjual hasil panennya dan masih
menyimpan di gudangnya untuk bekal.
Secara perlahan-lahan harga cengkeh akan terdongkrak saat cengkeh dijual
perlahan-lahan. Jika kesuburan tanah
bisa dikelola dengan pemupukan agar produksi tanaman meningkat, tapi dalam menghadapi
masalah iklim yang tidak bersahabat, terlalu banyak air dan terlalu banyak
mendung, maka petani hanya bisa pasrah, hasil panen ditentukan oleh Yang Di
Atas. Belum ada teknologi yang bisa
merubah iklim. Sambil tersenyum kecut
petani cengkeh bergumam, “tanaman cengkeh saya lagi KB, lagi mandul, tidak
berbunga tahun ini.” *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar