Sarwanik
Usaha Bokashi
Menjadi Pilihan Hari Tua
Memang bukan sekedar
mencoba-coba tapi memang sudah direncanakan matang-matang untuk membuat produk
bokashi yang berkualitas. Pasalnya, bahan baku untuk membuat bokashi cukup
tersedia. Di NTB ini, ternak sapi merupakan jenis ternak ruminansia yang sekarang
dikembangkan.
Di pulau Lombok
khususnya, pemeliharaan sapi dilakukan secara kelompok dalam suatu kandang kolektif.
Namun sayangnya, belum banyak yang memikirkan pengelolaan limbahnya (kotoran)
menjadi pupuk yang bernilai ekonomis. Sebagian besar peternak belum mengelola
dan memanfaatkan kotoran ternaknya tersebut.
Adalah Sarwanik warga Desa Labulia
Kecamatan Jonggat, Loteng Lombok, NTB ini yang
sekarang mantap mengelola limbah ternak sapinya. Menurutnya, satu
ekor sapi rata-rata menghasilkan kotoran rata-rata 10-25 kg/hari. Apabila dalam
satu kandang kolektif dipelihara sebanyak 100 ekor sapi maka kotoran yang dapat
dikumpulkan adalah 2.500 kg
Limbah ternak dapat
lebih bermanfaat setelah melalui proses pengolahan dengan cara fermentasi
menjadi bokashi. Keengganan peternak untuk memproses kotoran ternak menjadi Kompos
(proses pembusukan) disebabkan oleh lama waktu yang dibutuhkan selama proses
pengomposan lebih kurang 2 bulan.
Namun dengan adanya
berbagai teknologi, kotoran ternak dapat didekomposisi menjadi kompos atau
bokashi dalam waktu yang lebih singkat
- Kotoran sapi : 80-83%
- Kapur gamping : 2%
- Pemacu mikroorganisme (EM4) : 0,25%
- Air secukupnya
- Serbuk gergaji : 5%
- Abu sekam : 10%
Alat-alat
yang digunakan
- Sekop
- Cangkul
- Alat pengangkut dan mengumpulkan
kotoran (grobak sorong)
- Tempat pembuatan dan penyimpanan
(semacam gudang)
Prinsip yang digunakan dalam
pembuatan bokashi adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik
melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol.. (AGS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar