Kamis, 02 Februari 2012

Coloum Pak Oles Edisi I

Komitmen Mengolah Limbah

Limbah adalah hasil buangan dari serangkaian proses industri.  Dalam skala kecil, limbah mungkin belum dianggap bemasalah.  Misalnya saja limbah dapur dari rumah tangga, limbah peternakan petani kecil, atau limbah industri kecil.  Tapi dalam skala besar, jika penduduk kota lebih dari satu juta orang, yang setiap aktivitasnya pasti mengeluarkan limbah, dari dapur, toilet, pasar, rumah sakit, selokan, serta aktivitas sosial, budaya dan ekonominya, jika tidak dikelola dengan baik, maka Dinas Kebersihan dan Wali Kota bisa pusing tujuh keliling. 

Demikian juga limbah peternakan besar, perikanan, industri makanan, industri kosmetik, industri tekstil, dan industri lainnya yang yang dilakukan dalam skala besar, pengolahan limbahnya  haruslah dipikirkan matang.   Kalau tidak, maka masalah limbah akan terus bikin masalah, bahkan industri yang telah didirikan dengan susah payah bisa ditutup paksa oleh pemerintah dan masyarakat, karena mengganggu dan merusak.

            Dari sisi negatif kita melihat limbah adalah masalah yang memeningkan, karena memakan biaya, menimbulkan polusi, dan memakan korban.  Bagaimanapun juga limbah harus dikelola dengan baik, kalau ingin pembangunan berjalan lancar.  Dari sisi positif, limbah adalah hasil dari proses kemajuan pembangunan.  Artinya, kota, daerah atau negara yang telah menghasilkan limbah yang memusingkan itu telah mencapai suatu kemajuan pembangunan, dan jika mereka ingin mencapai kemajuan pembangunan yang lebih baik lagi, dia harus menyelesaikan permasalahan limbahnya terlebih dahulu.  

Sebaliknya, kota, daerah atau negara yang belum menghasilkan limbah, berarti pembangunannya belum maju.  Yang membikin pusing adalah, kota, daerah atau negara yang pembangunannya belum maju justru kebingungan mengolah limbahnya, akibat keteledoran dan kepintarannya yang kurang.  Bahkan, terus terang saya merasa malu sendiri, bahwa Bangsa Indonesia dari makan sampai mengolah limbahnya sendiri masih belum mampu.  Buktinya, beras dan bahan pangan lainnya kita harus impor, dan mendirikan instalasi  pengelolaan limbah, termasuk penggunaan teknologi, pemakaian produk dan jasa konsultan masih dilakukan dari belas kasihan dana  pinjaman luar negeri.  

            Kalau suatu daerah ingin maju pembangunannya, maka tetaplah berkomitmen menjaga lingkungannya.  Komitmen menjaga lingkungan itu penting dipegang oleh masyarakat dan pemerintah.  Komitmen berarti janji dan keharusan  untuk dilakukan, karena tugas dan tanggungjawab untuk memajukan dan melanjutkan pembangunan.  Bahwa kita sebagai generasi sekarang lebih dahulu meminjam bumi ini untuk hidup dari generasi yang akan datang, sehingga bumi yang kita pinjam ini haruslah dengan komitmen yang kuat bisa kita kembalikan kepada generasi yang akan datang dengan lebih baik lagi.  

Tapi kalau kita mengembalikan barang pinjaman dengan kondisi yang lebih buruk, maka janganlah disalahkan jika kita akan mendapatkan hukuman di alam sini dan di alam sana.  Sebaliknya, jika bumi yang kita pinjam ini bisa kita kembalikan dengan lebih baik lagi, maka kehidupan kita tentu akan menjadi lebih baik, dan pada saat kita di alam baqa, anak-cucu kita akan selalu berdoa dan bersyukur atas kebaikan generasi sebelumnya dalam menjaga bumi.

            Mengolah limbah ibarat memasak.  Memasak makanan mewah dan langka tentu dilakukan dengan dengan biaya mahal.  Memasak makanan sederhana dan praktis pasti biayanya murah.  Kita tinggal memilih sesuai kebutuhan dan pendanaan.  Hal yang menentukan kelezatan masakan bukan ditentukan oleh bahan masakan, tetapi jauh lebih penting adalah siapa kokinya.  

Demikian juga mengolah limbah, bisa dilakukan dengan biaya mahal atau murah, tergantung siapa konsultan dan teknologi apa yang dipakai.  Pengolahan limbah organik seperti sampah kota, limbah dapur, limbah ternak, limbah industri makanan, secara sederhana bisa didaur ulang menjadi kompos, pupuk organik, atau pupuk bokashi. Cina telah berhasil mengembangkan teknologi lokalnya sendiri mengolah limbah tinja menjadi industri pupuk organik dalam skala kecil dan besar.  Semuanya itu dilakukan dengan biaya sangat murah.  

Tentu saja kita bisa meniru itu semua, karena teknologinya sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan teknologi kompos dan cacing tanah.  Tapi mengapa kita justru pusing sendiri dalam mengelola limbah organik?  Apakah kita tidak tahu, tidak mau tahu, atau kita ingin teknologi modern dan mahal yang berenergi tinggi dan canggih, biar gampang atau terlihat hebat?  Semuanya itu ada pada keseriusan kita mengelola limbah.  Kita belum bisa bukan karena kita tidak punya uang dan teknologi.  Tapi kita belum bisa karena belum berkomitmen, belum serius dan.....,belum mau belajar.  Maka sebagai hukuman kepada kita yang belum mau belajar tentang mengolah limbah, yaitu kita harus berani membayarnya lebih mahal atau mungkin sangat mahal, sehingga kita harus meminjam uang untuk mengolah limbah.@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar