Senin, 06 Februari 2012

Salam Redaksi Edisi II

Bioteknologi Tambak Udang
Sebenarnya Indonesia bisa kembali bersaing dengan Negara Vietnam, Thailand dan Cina dalam pencapaian target ekspor udang ke Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat  dan negara tujuan ekspor udang lainnya, asalkan industri perikanan nasional berkomitmen,  menghasilkan produk perikanan yang bebas antibiotik seiring dikeluarkannya persyaratan atau standar mutu oleh badan dunia agar produk perudangan  Indonesia tidak mengandung antibiotik lebih dari 1 part per billion (ppb) atau 1 miligram per ton antibiotik.

Di kalangan petambak udang, antibiotik digunakan untuk menyehatkan udang. Biasanya, jika udang  sudah terlihat tidak sehat, benih langsung diberikan antibiotik dan udang pun menjadi sehat kembali.

Lalu kenapa antibiotik untuk udang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan manusia? Karena badan dunia menganggap, residu antibiotik pada udang bisa menimbulkan penyakit anemia. Dan jika berkadar tinggi bisa menyerang sel darah merah dan darah putih pada tubuh manusia.

Penggunaan antibiotik seperti nitrofurans juga mengakibatkan kanker dan cacat janin. Sedangkan chloramhenicol dapat menghambat sintesis protein pada bakteri. Bakteri relatif mudah menjadi resisten terhadap antibiotik, mencemari lingkungan, menekan daya tahan, dan pertumbuhan tambak udang. Selain itu, antibiotik juga mengandung residu dan tidak efektif untuk virus.
Karena  itu, penggunaan antibiotik secara berlebihan dan serampangan pada budidaya udang harus dihentikan. Selain mengganggu kesehatan manusia, perudangan Indonesia terancam embargo dari negara-negara yang selama ini mengkonsumsi  udang dari tanah air.
Jika tidak ingin kehilangan potensi pasar ekspor udang dunia, sudah seharusnya industri perikanan nasional berbenah diri untuk tidak mengecewakan negara importir yang sudah sekian lama mempercayai Indonesia sebagai produsen udang dunia.. Dan kini sudah saatnya, Indonesia mengembangkan bioteknologi untuk budidaya udang dan perikanan lainnya guna menekan pemanfaatan antibiotik untuk pemeliharaan kesehatan bagi satwa perairan tersebut.

Pengembangan teknologi tersebut antara lain dilakukan dengan menumbuh suburkan bakteri yang dapat memfermentasi atau mengurai aneka jenis kotoran yang menjadi sumber penyakit bagi tambak udang. Penghapusan penggunaan antibiotik tersebut selain dilakukan melalui penerapan bioteknologi, juga beberapa cara lain seperti peningkatan mutu air dan lingkungan tempat dilakukannya budidaya.
          Tentunya, tak hanya menjadi tugas pemerintah atau Asosiasi Pembenihan Udang Indonesia (APUI), Asosiasi Perusahaan Pakan Udang Indonesia (APPUI), Shrimp Club Indonesia (SCI), Himpunan Penangkapan Udang Indonesia (HPPI), dan Asosiasi Pengusaha Cold Storage Indonesia (APCI), tetapi menjadi tugas bersama termasuk petambak di daerah masing-masing yang tersebar di seluruh Indonesia.

Perlu diketahui, udang merupakan salah satu komoditas ekspor cukup besar bagi  Indonesia. Untuk itu, diperlukan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dalam pembudidayaan udang tersebut.

Salam
EM FORUM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar