Rabu, 01 Februari 2012

Forum Utama Edisi IV

Beternak Sapi, Peluang Usaha Menjanjikan 

Saat ini, peluang usaha yang cukup terbuka di sektor peternakan. Salah satunya adalah usaha beternak sapi. Selama ini usaha ruminansia terbukti dan ke depan, memiliki   prosfek yang lebih terbuka dan memberikan keuntungan yang sangat lumayan. Pasalnya, hampir setiap tahun, Indonesia  membutuhkan daging selalu meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Belum lagi untuk kebutuhan pesta, hari raya, qurban dan lain-lain.  Apalagi pemerintah mencanangkan swasembada daging pada tahun 2010.
Kebutuhan daging sapi nasional diproyeksikan oleh Deptan, sebanyak 411 ribu ton pada 2008, meningkat menjadi 426 ribu ton pada 2009 dan pada 2010 sebanyak 441 ribu ton yang dipenuhi cukup besar dari impor.
Menurut Mentan Anton Apriyantono, diperkirakan penyediaan daging sapi pada 2010, 31 persen masih diimpor dan hanya 69 persen atau 303 ribu ton dari dalam negeri, karena itu pemerintah mencanangkan program percepatan pencapaian swasembada daging sapi agar hanya 10 persen saja daging sapi yang diimpor.
Pencanangan itu dipicu oleh belum mandirinya bangsa ini, dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dagingnya sendiri. Hampir setiap tahun, untuk memasok demand, Indonesia masih harus mengimpor sapi 450.000 ekor sapi, dari Australia dan Selandia Baru.
Di sisi lain, pemerintah ditugaskan untuk mampu memenuhi kebutuhan pangan warganya, sesuai dengan aturan  PP No.68/ 2002 bahwa, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tecermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Namun, tugas pemerintah menjadi berat. Pasalnya, untuk memasok kebutuhan daging warganya, produksi daging di tanah air belum mampu dilakukan secara swasembada.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan terlihat, neraca produksi daging sapi nasional pada 2008 lalu diperkirakan hanya memenuhi 64,9% dari proyeksi kebutuhan konsumsi sepanjang tahun itu atau masih ada kekurangan 135.110 ton (35,1%) dari total kebutuhan daging.  Dengan populasi 11,26 juta ekor produksi daging sapi nasional diperkirakan mencapai 249.925 ton dengan kebutuhan konsumsi daging diperkirakan mencapai 385.035 ton.
Indonesia dengan jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa membutuhkan pasok daging yang besar. Peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dari warganya. Timpangnya antara pasokan dan permintaan, ternyata masih tinggi Tidak mengherankan, lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian termasuk peternakan, Deptan, mengakui masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplay yang selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya
Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatan populasi sapi potong dan pada gilirannya memaksa Indonesai selalu melakukan impor baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi.
Dan tentunya, Indonesia tidak bisa menghindari diri dari keharusan impor di tengah kekurangan. Jika hanya mengandalkan pasokan, saat kebutuhan naik dari kondisi normal, harga akan melambung. Kini, pasokan daging Indonesia dari Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Kanada. Terbanyak dari Australia dan Selandia Baru, karena lebih dekat dan harganya lebih murah. Persoalannya, bagaimana jika permintaan naik dan negara pemasok mengalami kekurangan pasokan juga? Pasti kewalahan juga.
Direktur Budidaya Ternak Ruminansia dari Direktorat Jenderal Peternakaan Departemen Pertanian RI Ir Fauzi Luthan menyatakan, salah satu upaya yang akan dilakukan, diantaranya melakukan penyuluhan dan pembimbingan kepada peternak, menyiapkan inseminasi buatan yang lebih baik dan melakukana penangangan kesehatan terhadap gangguan reproduksi ternak.
“Yang terjadi selama ini, program inseminasi buatan yang dianggap kurang berhasil, padahal ternaknya yang kurang siap dengan adanya gangguan reproduksi,” katanya.
Maka dari itu, kata Fauzan, Deptan setidaknya masih membutuhkan sebanyak 10 ribu tenaga penyuluh pertanian kontrak termasuk di dalamnya tenaga peternakan yang difokuskan pada daerah sentra sapi potong dan sapi perah.
‘’Sejak tahun lalu, kita sudah menerapkan program percepatan di daerah–daerah yang memiliki induk populasi ternak dalam jumlah besar, ini yang kita push (dorong) peningkatan kelahirannya dengan cara meningkatakan jumlah bantuan pejantan unggul, inseminasi buatan, dan penanganan kesehatan reproduksi,” tandasnya
Mulai berkembang sistem lain yakni ternak sapi potong berskala rumah tangga yang menggunakan cara konvensional sehingga memudahkan sebuah rumah tangga mengembangkan usaha ternak sapi potong ini
Sistem ini dikembangkan karena ternak sapi potong dipandang sebagai bentuk usaha yang dapat memberikan tambahan pendapatan kepada para peternak kecil skala rumah tangga tersebut sekaligus mengangkat masyarakat ekonomi lemah.
Ternak sapi potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Karena berskala kecil, pembuatan kandang biasanya berbentuk tunggal
Ternak sapi potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Karena berskala kecil, pembuatan kandang biasanya berbentuk tunggal Sistem budi daya ternak sapi berskala rumah tangga ini penerapan sistem ini mampu mendorong pendapatan sebuah rumah tangga hingga berlipat
Pemerintah mendorong mengembangkan sapi potong kepada para peternak kecil berskala rumah tangga karena mampu memberikan tambahan pendapatan kepada pengusaha kecil di daerahnya.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar