Minggu, 19 Februari 2012

EM Coner Surabaya


Saatnya Beralih Ke Organik

Saat ini sebegian petani merasa bertani pada hakikatnya bukanlah pilihan profesi. Karena tingginya ongkos produksi, seperti harga pupuk  anorganik dan pestisida kimia, ditambah dengan rendahnya hasil produksi dan murahnya harga gabah yang dibeli oleh tengkulak menyebabkan bertani bukan merupakan kegiatan ekonomis lagi.
Inilah salah satu sebab mengapa  petani putus asa dengan kondisi pertanian ini dan bahkan hasil bertani tak bisa mereka nikmati sendiri. Pasalnya sebelum padi itu panen, para petani sudah menjual padinya kepada tengkulak dengan harga sangat-sangat murah karena para petani tak punya pilihan mengingat kebutuhan hidup sangat mendesak. Bahkan mereka rela menjual lahan sawahnya, dan bersedia menjadi penggarap saja. Seperti yang diungkap Ketua LSM dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Rejo Mulyo Karto Harjo Madiun Jawa Timur, Kunto Setyono BE, SE bahwa mayoritas petani di Indonesia hanya memiliki lahan rata-rata dibawah 0,5 Ha.
Kondisi seperti ini, bagi mereka bertani seolah-olah hanya menjadi sebagai suatu kebiasaan saja yang diturunkan leluhurnya dan sudah tidak bisa diharapkan untuk menjadi sandaran hidup lagi. Ditambah lagi dengan ketidaksadaran para petani terhadap bahaya yang mengancam kesehatan dirinya, keluarganya dan para pengguna produksinya serta lingkungan di sekitar termasuk tanah dan air akibat residu bahan kimia yang terhirup saat penyemprotan, terserap tanah dan yang tertinggal dalam air minum maupun makanan hasil pertaniannya.
‘’Tentunya ini bukan murni kesalahan para petani kita, mereka tidak mungkin mengatasi semua persoalan yang dihadapi dibidang pertanian ini tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak-pihak yang berkompeten dengan memberikan solusi dan jalan keluar yang tepat untuk permasalahan yang dihadapi.’’kata Kunto
Karena itulah P4S LKP2U mendirikan wadah untuk memberikan edukasi kepada petani yang tujuannya sebagai upaya memasyarakatkan pertanian ramah lingkungan berbasis organik di kota dan Kabupaten Madium.’Kami memberikan pelatihan pertanian organik dengan teknologi EM4 (Effektif Mikroorganism)  yang dipadukan dengan system SRI (Sistem of Rice Intencification)
Teknologi yang dikembangkan hampir di seluruh dunia, yang dipadukan dengan SRI ini, terbukti  memiliki keunggulan dalam meningkatkan produksititas pertanian dan secara bertahap dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 0 persen atau murni organik.
Seperti yang diterapkan Sukiran, Ketua Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani Kedung rejo, Balerejo Madiun,  menerapkan organik murni di atas lahan 0,5 Ha. Sedang lahan 3 ha nya masih menggunakan semi organik,’’Padi jenis Ciherang dan Mentik Susu Wangi yang kami hasilkan sangat enak dan sangat diminati masyarakat,’’katanya
Keberhasilan Sukiran yang saat ini menjadi perangkat desa, tentu saja mendapat respon positif dari anggota kelompoknya yang berjumah 125 orang. ‘’Baru-baru ini kelompok tani kami, mengadakan berbagai pelatihan membuat bokashi padat dan bokashi cair’’jelasnya.
Sementara itu, Iswanto, Ketua Gapoktan Tani Makmur dari Desa Bangsopatro, mengakui aplikasi teknologi EM4 dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 85 persen, ‘’Jadi saya hanya menggunakan pupuk kimia hanya 15 persen selebihnya organik, dan hasil yang saya peroleh bisa mencapai 7 ton/ha.
Menurut Iswanto, pertanian organik sangat murah dibandingkan dengan kimia. Dengan memanfaatkan limbah yang ada seperti jerami, daun-daun hijau,kotoran sapi, limbah kedelai  dan lain-lain semuanya dapat digunakan sebagai pupuk.
Hal ini juga diamini oleh, Pono Ketua Gapoktan yang ada di Desa Kuwu Balerejo Madiun ini, bahwa pupuk bokashi yang digunakan kelompok taninya sangat berkualitas. Tanamannya dinilai lebih baik daripada hanya menggunakan pupuk kimia. Bahkan bisa lebih menjaga keseimbangan kandungan tanah. ‘’Tanah lebih subur saat dibajak dan lebih gembur,’’jelasnya.
Menurut seperti dikatakan Kunto Setyono,  minat petani memanfaatkan pupuk organik semakin meningkat. Salah satu penyebabnya. saat ini lahan pertanian di wilayah Balerejo sudah cukup krisis. Lantaran terlalu banyak diberi pupuk kimia. Maka untuk mennjaga keseimbangan unsur hara di dalam tanah dan tidak ada cara lain selain memanfaatkan pupuk berbahan alami. (A)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar