Minggu, 05 Februari 2012

Forum Utama edisi VII



Bisnis Kelapa Sawit Menggairahkan

Keyakinan Indonesia untuk menjadi pengeksportir kelapa sawit terbesar dunia bukan tanpa asalan, pasalnya masyarakat dan pemerintah semakin bergairah dalam mengelola bisnis kelapa sawit. 
           
 Menurut data Departemen Pertanian,  sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyumbang pendapatan negara sebesar 12% (terbesar di luar pendapatan dari sector minyak dan gas). Selain itu, perkebunan sawit juga menampung lebih dari 4 juta tenaga kerja,  belum lagi tenaga kerja para petani yang mengelola sendiri atau petani plasma.
           Diperkirakan sampai tahun 2009, luas perkebunan sawit di Indonesia telah mencapai 7,8 juta hektar, diantara itu sekitar 2 juta hektarnya merupakan  perkebunan kepala sawit miliki petani plasma dan selebihnya dikelola oleh perusahaan induk.
           Secara  ekonomi produksi kelapa sawit digunakan untuk kebutuhan domestik, dan sisanya diekspor ke Negara China, India, Uni Eropa, Pakistan dan Bangladesh
           Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudhohusodo  pada acara mentoring di The Ary Suta Center di Jakarta mengatakan, Indonesia sangat memimpikan untuk menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Kondisi ini menciptakan beragam permasalahan di daerah-daerah, mulai dari kehadiran konflik sosial, permasalahan lingkungan hidup, hingga permasalahan korupsi. Kelapa sawit telah menjadi primadona industri perkebunan, Pasalnya,  harga tandan buah segar kelapa sawit berada di atas angka seribu rupiah setiap kilogramnya.
           Namun beberapa tahun lalu, seiring dengan krisis finansial yang terjadi, harga tandan buah segar kelapa sawit turun drastis hingga dibawah seratus rupiah setiap kilogramnya. Beberapa petani membiarkan buah-buah kelapa sawit yang siap panen membusuk di kebun. Karena biaya tenaga kerja untuk memanen lebih mahal dari pada hasil panen kelapa sawitnya. Dalam hal ini, tampaknya, pemerintah cenderung lamban untuk mengantisipasi dampak krisis finansial terhadap komoditas tersebut.
          Sekarang ini, bisnis kelapa sawit sudah mulai bersinar kembali.dan komoditas perkebunan kelapa sawit terus berkembang ke berbagai daerah di tanah air dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku dan Papua.
          Mengingat prospek pasar dunia untuk minyak sawit dan produknya cukup bagus. Karena itu, perkebunan kelapa sawit sekarang telah diperluas secara besar-besaran oleh perkebunan negara, perkebunan swasta maupun oleh masyarakat baik secara mendiri maupun bermitra dengan perusahaan perkebunan.
          Seperti dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Akmaluddin Hasibuan, walau perkebunan kelapa sawit terus diperluas namun sayangnya, produktivitas masih rendah . ‘’Rata-rata produktifitas kebun kelapa sawit di Indonesia masih lebih rendah dari pada produksi Malaysia, masih terdapat perbedaan hasil yang signifikan antara pencapaian produksi rill,’’kayanya.
          Karena itu, peningkatan produktifitas harus menjadi keharusan di samping pengembangan dan pembangunan perkebunan ‘’Indonesia memiliki prospek pengembangan cukup besar. Sampai saat ini masih terdapat lahan perkebunan yang belum termanfaatkan secara optimal, baik yang telah dicadangkan untuk perusahaan maupun yang telah dipersiapkan untuk kebun plasma.
     ‘’Sekarang kita dihadapkan pada persoalan-persoalan di bidang produksi, pemasaran, permodalan dan teknologi. Kita juga harus menghadapi permasalahan-permasalahan produktivitas lahan, kesejahteraan pekerja, serta permasalahan yang berkaitan dengan pemberdayaan sosial masyarakat,’’tambahnya
            Sederet permasalahan masih membelit industri ini. Agaknya, jika sebahagian permasalahan saja bisa diatasi, Indonesia akan mampu memperoleh devisa jauh lebih besar daripada yang dapat kita nikmati saat ini. Salah satu permasalahan utamanya adalah masih rendahnya muatan teknologi yang mampu diterapkan, sehingga mayoritas devisa dari industri ini berasal dari industri hulunya. Padahal, nilai tambah terbasar justru terdapat pada industri hilirnya. Sangat banyak produk turunan yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. Industri ban, emulsifier, kertas, makanan dan minuman, personal care, kaca filem, bahan peledak, sampai kepada bahan bakar.
           Namun demikian Indonesia yang kini terus melakukan perluasan kebun kelapa sawit harus  optimis akan menjadi produsen sawit terbesar pada tahun – tahun mendatang, menggeser posisi Malaysia yang selama ini selalu merajai pasar ekspor.
           "Kita optimis Indonesia akan menjadi produsen sawit dan mampu menggeser Malaysia yang selama ini selalu merajai ekspor," kata Ketua Umum Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki]
           Keyakinan Awaludin tersebut, juga ditunjukkan dengan semakin bergairahnya masyarakat mengusahakan perkebunan kelapa sawit serta tingginya kepedulian pemerintah dalam memfasilitasinya.(A)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar