Komitmen Mengolah Limbah
Limbah adalah hasil buangan dari
serangkaian proses industri. Dalam skala kecil, limbah mungkin belum
dianggap bemasalah. Misalnya saja limbah dapur dari rumah tangga, limbah
peternakan petani kecil, atau limbah industri kecil. Tapi dalam skala
besar, jika penduduk kota lebih dari satu juta orang, yang setiap aktivitasnya
pasti mengeluarkan limbah, dari dapur, toilet, pasar, rumah sakit, selokan,
serta aktivitas sosial, budaya dan ekonominya, jika tidak dikelola dengan baik,
maka Dinas Kebersihan dan Wali Kota bisa pusing tujuh
keliling.
Demikian juga limbah peternakan besar,
perikanan, industri makanan, industri kosmetik, industri tekstil, dan industri
lainnya yang yang dilakukan dalam skala besar, pengolahan limbahnya haruslah
dipikirkan matang. Kalau tidak, maka masalah limbah akan terus
bikin masalah, bahkan industri yang telah didirikan dengan susah payah bisa
ditutup paksa oleh pemerintah dan masyarakat, karena mengganggu dan merusak.
Dari
sisi negatif kita melihat limbah adalah masalah yang memeningkan, karena
memakan biaya, menimbulkan polusi, dan memakan korban. Bagaimanapun juga
limbah harus dikelola dengan baik, kalau ingin pembangunan berjalan
lancar. Dari sisi positif, limbah adalah hasil dari proses kemajuan
pembangunan. Artinya, kota,
daerah atau negara yang telah menghasilkan limbah yang memusingkan itu telah
mencapai suatu kemajuan pembangunan, dan jika mereka ingin mencapai kemajuan
pembangunan yang lebih baik lagi, dia harus menyelesaikan permasalahan limbahnya
terlebih dahulu.
Sebaliknya, kota, daerah atau negara yang belum
menghasilkan limbah, berarti pembangunannya belum maju. Yang membikin
pusing adalah, kota,
daerah atau negara yang pembangunannya belum maju justru kebingungan mengolah
limbahnya, akibat keteledoran dan kepintarannya yang kurang. Bahkan,
terus terang saya merasa malu sendiri, bahwa Bangsa Indonesia dari makan sampai
mengolah limbahnya sendiri masih belum mampu. Buktinya, beras dan bahan
pangan lainnya kita harus impor, dan mendirikan instalasi pengelolaan limbah, termasuk penggunaan teknologi, pemakaian produk dan jasa
konsultan masih dilakukan dari belas kasihan dana pinjaman luar
negeri.
Kalau
suatu daerah ingin maju pembangunannya, maka tetaplah berkomitmen menjaga
lingkungannya. Komitmen menjaga lingkungan itu penting dipegang oleh
masyarakat dan pemerintah. Komitmen berarti janji dan keharusan
untuk dilakukan, karena tugas dan tanggungjawab untuk memajukan dan melanjutkan pembangunan. Bahwa kita sebagai generasi
sekarang lebih dahulu meminjam bumi ini untuk hidup dari generasi yang akan
datang, sehingga bumi yang kita pinjam ini haruslah dengan komitmen yang kuat
bisa kita kembalikan kepada generasi yang akan datang dengan lebih baik
lagi.
Tapi kalau kita mengembalikan barang
pinjaman dengan kondisi yang lebih buruk, maka janganlah disalahkan jika kita
akan mendapatkan hukuman di alam sini dan di alam sana. Sebaliknya, jika bumi yang kita
pinjam ini bisa kita kembalikan dengan lebih baik lagi, maka kehidupan kita tentu
akan menjadi lebih baik, dan pada saat kita di alam baqa, anak-cucu kita akan
selalu berdoa dan bersyukur atas kebaikan generasi sebelumnya dalam menjaga
bumi.
Mengolah
limbah ibarat memasak. Memasak makanan mewah dan langka tentu dilakukan
dengan dengan biaya mahal. Memasak makanan sederhana dan praktis pasti
biayanya murah. Kita tinggal memilih sesuai kebutuhan dan
pendanaan. Hal yang menentukan kelezatan masakan bukan ditentukan oleh
bahan masakan, tetapi jauh lebih penting adalah siapa kokinya.
Demikian juga mengolah limbah, bisa
dilakukan dengan biaya mahal atau murah, tergantung siapa konsultan dan
teknologi apa yang dipakai. Pengolahan limbah organik seperti sampah kota, limbah dapur,
limbah ternak, limbah industri makanan, secara sederhana bisa didaur ulang
menjadi kompos, pupuk organik, atau pupuk bokashi. Cina telah berhasil
mengembangkan teknologi lokalnya sendiri mengolah limbah tinja menjadi industri
pupuk organik dalam skala kecil dan besar. Semuanya itu dilakukan dengan
biaya sangat murah.
Tentu saja kita bisa meniru itu semua,
karena teknologinya sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan teknologi kompos
dan cacing tanah. Tapi mengapa kita justru pusing sendiri
dalam mengelola limbah organik? Apakah kita tidak tahu, tidak mau tahu,
atau kita ingin teknologi modern dan mahal yang berenergi tinggi dan canggih,
biar gampang atau terlihat hebat? Semuanya itu ada pada keseriusan kita
mengelola limbah. Kita belum bisa bukan karena kita tidak punya uang dan
teknologi. Tapi kita belum bisa karena belum berkomitmen, belum serius
dan.....,belum mau belajar. Maka sebagai hukuman kepada kita yang belum
mau belajar tentang mengolah limbah, yaitu kita harus berani membayarnya lebih
mahal atau mungkin sangat mahal, sehingga kita harus meminjam uang untuk
mengolah limbah.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar