Beternak Sapi, Peluang Usaha Menjanjikan
Saat ini,
peluang usaha yang cukup terbuka di sektor peternakan. Salah satunya adalah usaha
beternak sapi. Selama ini usaha ruminansia terbukti dan ke depan, memiliki prosfek yang lebih terbuka dan memberikan keuntungan
yang sangat lumayan. Pasalnya, hampir setiap tahun, Indonesia membutuhkan daging selalu meningkat sejalan
dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Belum lagi untuk
kebutuhan pesta, hari raya, qurban dan lain-lain. Apalagi pemerintah mencanangkan swasembada
daging pada tahun 2010.
Kebutuhan
daging sapi nasional diproyeksikan oleh Deptan, sebanyak 411 ribu ton pada
2008, meningkat menjadi 426 ribu ton pada 2009 dan pada 2010 sebanyak 441 ribu
ton yang dipenuhi cukup besar dari impor.
Menurut
Mentan Anton Apriyantono, diperkirakan penyediaan daging sapi pada 2010, 31
persen masih diimpor dan hanya 69 persen atau 303 ribu ton dari dalam negeri,
karena itu pemerintah mencanangkan program percepatan pencapaian swasembada
daging sapi agar hanya 10 persen saja daging sapi yang diimpor.
Pencanangan
itu dipicu oleh belum mandirinya bangsa ini, dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
dagingnya sendiri. Hampir setiap tahun, untuk memasok demand, Indonesia masih harus mengimpor sapi 450.000
ekor sapi, dari Australia
dan Selandia Baru.
Di
sisi lain, pemerintah ditugaskan untuk mampu memenuhi kebutuhan pangan
warganya, sesuai dengan aturan PP No.68/
2002 bahwa, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tecermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Namun,
tugas pemerintah menjadi berat. Pasalnya, untuk memasok kebutuhan daging
warganya, produksi daging di tanah air belum mampu dilakukan secara swasembada.
Berdasarkan
data Direktorat Jenderal Peternakan terlihat, neraca produksi daging sapi
nasional pada 2008 lalu diperkirakan hanya memenuhi 64,9% dari proyeksi
kebutuhan konsumsi sepanjang tahun itu atau masih ada kekurangan 135.110 ton
(35,1%) dari total kebutuhan daging.
Dengan populasi 11,26 juta ekor produksi daging sapi nasional
diperkirakan mencapai 249.925 ton dengan kebutuhan konsumsi daging diperkirakan
mencapai 385.035 ton.
Indonesia dengan
jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa membutuhkan pasok daging yang besar.
Peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dari warganya.
Timpangnya antara pasokan dan permintaan, ternyata masih tinggi Tidak
mengherankan, lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian
termasuk peternakan, Deptan, mengakui masalah utama usaha sapi potong di
Indonesia terletak pada suplay yang selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya
Sementara laju
pertumbuhan konsumsi
dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatan
populasi sapi potong dan pada gilirannya memaksa Indonesai selalu melakukan
impor baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi.
Dan
tentunya, Indonesia
tidak bisa menghindari diri dari keharusan impor di tengah kekurangan. Jika
hanya mengandalkan pasokan, saat kebutuhan naik dari kondisi normal, harga akan
melambung. Kini, pasokan daging Indonesia
dari Australia,
Selandia Baru, Amerika Serikat dan Kanada. Terbanyak dari Australia dan Selandia Baru, karena
lebih dekat dan harganya lebih murah. Persoalannya, bagaimana jika permintaan
naik dan negara pemasok mengalami kekurangan pasokan juga? Pasti kewalahan juga.
Direktur Budidaya Ternak Ruminansia dari Direktorat Jenderal Peternakaan
Departemen Pertanian RI Ir Fauzi Luthan menyatakan, salah satu upaya yang akan
dilakukan, diantaranya melakukan penyuluhan dan pembimbingan kepada peternak,
menyiapkan inseminasi buatan yang lebih baik dan melakukana penangangan
kesehatan terhadap gangguan reproduksi ternak.
“Yang terjadi selama ini, program inseminasi buatan yang dianggap kurang
berhasil, padahal ternaknya yang kurang siap dengan adanya gangguan
reproduksi,” katanya.
Maka dari itu, kata Fauzan, Deptan setidaknya masih membutuhkan sebanyak
10 ribu tenaga penyuluh pertanian kontrak termasuk di dalamnya tenaga
peternakan yang difokuskan pada daerah sentra sapi potong dan sapi perah.
‘’Sejak
tahun lalu, kita sudah menerapkan program percepatan di daerah–daerah yang
memiliki induk populasi ternak dalam jumlah besar, ini yang kita push (dorong)
peningkatan kelahirannya dengan cara meningkatakan jumlah bantuan pejantan
unggul, inseminasi buatan, dan penanganan kesehatan reproduksi,” tandasnya
Mulai berkembang
sistem lain yakni ternak sapi potong berskala rumah tangga yang menggunakan
cara konvensional sehingga memudahkan sebuah rumah tangga mengembangkan usaha
ternak sapi potong ini
Sistem ini
dikembangkan karena ternak sapi potong dipandang sebagai bentuk usaha yang
dapat memberikan tambahan pendapatan kepada para peternak kecil skala rumah
tangga tersebut sekaligus mengangkat masyarakat ekonomi lemah.
Ternak sapi
potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya
pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Karena berskala kecil, pembuatan
kandang biasanya berbentuk tunggal
Ternak sapi
potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya
pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Karena berskala kecil, pembuatan
kandang biasanya berbentuk tunggal Sistem budi daya ternak sapi berskala rumah
tangga ini penerapan sistem ini mampu mendorong pendapatan sebuah rumah tangga
hingga berlipat
Pemerintah
mendorong mengembangkan sapi potong kepada para peternak kecil berskala rumah
tangga karena mampu memberikan tambahan pendapatan kepada pengusaha kecil di
daerahnya.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar