HUJAN TURUN, BOKASHI KOTAKU BANJIR ORDER
Di Indonesia, sektor pertanian memiliki ketergantungan
yang sangat besar pada iklim. Curah
hujan sebagai salah satu komponen iklim menentukan aspek teknis budidaya
tanaman diantaranya waktu tanam, jenis tanaman, pola tanam, pemupukan, dan pemberantasan
hama-penyakit. Pengaruhnya terletak pada
efektifitas tindakan dan bahkan penentu keberhasilan usaha tani. Setelah turun hujan petani dengan sigap turun ke lahan untuk
menanam bibit. Air hujan menyusup ke
dalam pori-pori kapiler tanah. Air inilah yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman. Air ini pula berperan melarutkan unsur hara yang terkandung di dalam
pupuk sehingga bisa diserap akar tanaman.
Di musim hujan menanam bibit dan pemupukan menjadi rutinitas petani
bertahun-tahun.
Semarak akitvitas pemupukan dapat diketahui dari
meningkatnya permintaan pupuk seperti yang dialami oleh produsen pupuk organik
Bokashi Kotaku. Hujan yang mengguyur Bali di awal bulan November lalu menyebabkan membanjirnya
pesanan dari petani. Bagian pemasaran sempat dibuat kewalahan melayani pesanan
pelanggan. Jadwal distribusi sedikit
terganggu karena PT. Karya Pak Oles Tokcer sebagai distributor pupuk Bokashi
Kotaku harus berbagi armada transportasi dengan PT. Songgolangit –group perusahaan
Pak Oles - yang juga mengalami lonjakan permintaan EM-4 di Surabaya. Pesanan serentak dan luasnya wilayah pemasaran
yang meliputi seluruh kabupaten di Bali dengan
lokasi pengiriman sampai ke pelosok-pelosok desa menyebabkan belum semua pesanan
bisa terkirim. Di bulan November volume
pupuk yang sudah sampai ke tangan petani baru 271,9 ton. Dari jumlah tersebut sebagian besar terserap
di sektor perkebunan seperti cengkeh, kakao, kopi, dan mete. Dibandingkan bulan-bulan sebelumnya permintaan
melonjak lebih dari 250%.
Pesanan paling banyak datang dari petani di
Kabupaten Buleleng dan Jemberana yang dikenal sebagai sentra penghasil cengkeh. Selain dua kabupaten tersebut petani cengkeh
di Desa Satra, Kabupaten Bangli juga melakukan aksi borong Bokashi Kotaku. Dalam
volume yang lebih kecil pupuk ini terdistribusi ke Kabupaten Tabanan dengan
komoditi unggulan kopi dan kakao.
Sedangkan di kabupaten yang berada di ujung timur pulau Bali, Karangasem Bokashi Kotaku digunakan untuk memupuk
tanaman mete.
Permintaan pupuk Bokashi Kotaku diprediksi terus
terjadi sampai akhir musim hujan sekitar Maret tahun 2008. Sentra perkebunan
cengkeh yang selama ini rutin memakai pupuk Bokashi Kotaku proses panennya
belum kelar. Sebab, musim panen tahun
ini mundur 1-2 bulan yang diduga akibat perubahan iklim yang berdampak pada
keterlambatan pembentukan primordia bunga.
Berdasarkan pantauan koran ini dangul (peralatan panen semacam tangga dari bambu-red) masih terlihat bersandar
pada pohon cengkeh seperti di Desa Munduk bagian atas, Gobleg, dan Pedawa.
Pemandangan serupa juga terlihat di Desa Tajun yang berbatasan dengan Kabupaten
Bangli. Selain itu, petani juga menghadapi
kendala kelangkaan tenaga pemetik padahal tahun ini merupakan periode panen
raya.
Meningkatnya minat petani memakai pupuk yang
diproduksi melalui proses fermentasi dengan Teknologi EM (Effective Microorganisms) ini karena petani merasakan manfaatnya. Rata-rata petani telah memakai pupuk Bokashi
Kotaku lebih dari tiga kali sehingga mereka paham dengan kelebihannya. Pupuk
yang dibuat dari beragam bahan organik ini tidak hanya mendongkrak produksi
tanaman tetapi berdampak positif bagi tanah, misalnya tanah menjadi lebih
gembur dan subur. Manfaatnya semakin terlihat bila dipakai secara rutin dan
teratur. Angka penjualan yang mencapai 271,9 ton menjadi bukti kepercayaan
petani pada pupuk yang teknologinya berasal dari negari matahari terbit,
Jepang. Membaiknya harga cengkeh kering juga memacu gairah petani untuk membeli
pupuk Bokashi Kotaku. Menjelang akhir
tahun 2007 harga “emas hitam” di tingkat petani mencapai Rp. 50.000 per
kilogram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar